Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya membebaskan Limantoro Santoso terdakwa kasus penggelapan uang kerjasama pengolahan tembakau senilai Rp9,4 miliar. Padahal sebelumnya Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonisnya tiga tahun penjara. Majelis hakim PT Surabaya yang diketuai Soedarto, dengan anggota Suparno dan Sonny Noerhendro berpendapat kalau terdakwa terbukti, namun tindakan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, tetapi perbuatan perdata dan oleh karenanya terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum (Onslag van rechtsvervolding). Putusan bernomor 47/Pid/- 2011/PT/Sby ini dijatuhkan pada tanggal 7 Februari lalu.“Kami sudah menerima salinan dari putusan tersebut,kemudian kami sampaikan ke Kejaksaan juga,”kata Humas PN Surabaya Agus Pambudi.
Menurut Agus,putusan yang diberikan oleh PT itu bukan putusan bebas murni, sehingga pihak kejaksaan masih bisa melakukan upaya kasasi.Namun demikian,pihak kejaksaan harus melaksanakan putusan tersebut dengan membebaskan terdakwa dari dalam rumah tahanan seketika setelah putusan itu dijatuhkan. Seperti yang diketahui,pada 13 Desember 2010 lalu Majelis hakim PN Surabaya yang diketuai Edward Harris Sinaga menyatakan terdakwa Limantoro bersalah melakukan pelanggaran sesuai dengan pasal 378 KUHP tentang penipuan dan penggelapan dan menjatuhinya hukuman tiga tahun penjara. Vonis tersebut lebih ringan satu tahun dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Edy Winarko. Karenanya JPU langsung menyatakan banding.
Menurutnya dalam persidangan telah terbukti kalau Limantoro bersalah,namun majelis hakim tidak menghukum sesuai dengan tuntutan yaitu empat tahun penjara. Atas putusan itu, pihak Limantoro juga menyatakan banding ke PT. Sementara itu,Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Surabaya Setyo Pranoto langsung menyatakan kasasi atas putusan PT.“Kami kasasi,” tandasnya. Menurutnya ada kesalahan penerapan hukum yang dilakukan majelis hakim PT dalam memberikan putusan terhadap kasus tersebut. Kasus yang menyeret Limantoro hingga duduk di kursi pesakitan ini setelah Tio Piauw Jong alias Markus melaporkannya ke polisi. Tio Piauw adalah seorang pengusaha properti yang merasa dirugikan Limantoro dalam pengolahan bisnis tembakau.
Saat itu Limantoro menjanjikan pada korban Tio keuntungan 10 % dari modal. Tergiur dengan perjanjian yang dilontarkan Limantoro, Tio mentransfer uang sebesar Rp1,2 miliar untuk moral. Transfer dilakukan bertahap, pertama Rp400 juta, kemuian Rp200 juta dan terakhir Rp 600 juta, hingga total seluruhnya ada Rp1,2 miliar. Sayangnya dalam perjalanan, Limantoro berulah dengan tidak menepati apa yang dijanjikan. Setelah ditagih beberapa kali, akhirnya Limantoro mengembalikan uang modal Rp1,2 miliar dalam bentuk tiga cek. Selang beberapa saat setelah pembayaran, Limantoro kembali menawarkan kerjasama pengelolaan temmbakau. Kami ini Limantoro meminta uang modal pada Tio sebanyak Rp9,4 miliar.
Untuk mendapatkan uang tersebut, Limantoro menjanjikan kalau tembakau yang dikelolanya sudah mendekati panen dan ada perusahaan rokok yang mengincarnya. Mendengar janji manis Limantoro, korban kembali memberikan modalsecarabertahap mulaibulan April 2009 sampai bulan Agustus 2009. Total uang yang diberikan mencapai Rp9,4 miliar sesuai dengan permintaan Limantoro. Kenyataanya Limantoro tak kunjung membayar tagihan hutang. Demikian catatan online blog Pontianak tentang Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Harga Tiket Peswat Untuk Lebaran Naik 200 Persen
6 tahun yang lalu