Rumah pemberian Kapitan Tjoa Ham Him kepada anak cucunya yang berada di komplek Kampung Kapitan saat ini menjadi sengketa. Tak ayal lagi, atas kondisi ini kampung kapitan yang merupakan aset sejarah jadi tak terawat. Petugas yang semula ditugaskan menunggu, menjaga dan merawat rumah tersebut, Zahari Ismail, sama sekali tidak mendapatkan dana perawatan rumah dari Pemkot Palembang. Sementara, petugas dibebani biaya sehari-hari untuk tinggal dan merawat rumah tersebut seperi air, listrik dan keperluan lainnya.
Apalagi, setelah rumah tersebut telah ditukar guling antara Pemkot Palembang dengan H Uteh. Di mana, tanah dan bedeng di belakang rumah limas diberikan kepada H Uteh dengan syarat Pemkot mengambil tanah H Uteh di Jalan Pagaralam belakang Bank BI. Jadi, H Uteh bisa memanfaatkan lahan di belakang rumah limas tersebut untuk pembangunan. H Uteh yang ingin membangun rumah limas tersebut meminta petugas yang mengurus rumah untuk pindah. Sementara, Zahari Ismail, yang diberikan tugas menjaga rumah Kapitan enggan meninggalkan rumah tersebut tanpa adanya ganti rugi. Akibatnya, rumah tersebut menjadi sengketa dan kondisinya terbengkalai banyak yang rusak.
Petugas penjaga yang juga pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) Pemkot Palembang Zahari Ismail,67, telah menempatinya rumah tersebut sejak 1963. Jadi, ketika diberikan SK untuk menjaga, merawat dan menempati, Zahari enggan keluar dari rumah tersebut tanpa pencabutan SK yang diberikan Wali Kota Palembang. ”Saya tidak tahu rumah ini punya siapa.
Yang pasti 47 tahun lalu saya direkomendasikan Abdul Kadir yang saat itu menjadi Wali Kota Palembang untuk menempati dan merawat rumah ini,”kata Zahari, di Palembang, kemarin. Pada tahun 1957, rumah tersebut dulunya sudah dibeli Pemkot Palembang yang masih dijabat Abdul Kadir dari Lim Jie Lan, salah satu cucu Tjoa Ham Him atau Kapitan.
Meski cukup mengetahui duduk persoalan rumah tersebut, Zahari tetap mengaku kebingungan atas status rumah limas tersebut. Sebab, kalau memang rumah tersebut milik pemerintah, lantas mengapa tidak ada upaya untuk merawat, merenovasi dan melestarikannya. Sementara dirinya bersama enam orang anggota keluarganya harus merawat rumah tersebut layaknya rumah sendiri. Sebab dia harus melakukan pemasangan dan bayar listrik sendiri, ada yang rusak memperbaiki sendiri, sementara air bersih harus beli Rp15.000 sehari. ”Di sini saya membayar pajak atas nama saya sendiri. Termasuk listrik yang saya keluarkan Rp250.000 sebulan.
Kalau untuk perawatan rumah, semampu saya, sekitar Rp500.000 per bulan. Jadi, saya bersedia pindah asalkan ada ganti rugi,”tegas dia. Rumah limas yang berada tepat di sebelah rumah ibadah ini, jelas Zahri, merupakan satu di antara tiga rumah peninggalan Tjoa Ham Him. Dua rumah lainnya terletak di samping kanan rumah ini dan masih ditempati cucu tertua Sang Kapten, Tjoa Kok Liem atau Kohar keturunan ke 12 Kapten Tjoa Ham Him. “Saya sudah sering sekali menghadiri sidang atas tuntutan penjelasan status rumah limas ini dari H Uteh.Namun, sampai saat ini tidak juga tuntas. Saya sudah tua. Jadi, alangkah baiknya jika status rumah ini diperjelas.
Jika menginginkan rumah ini, maka bangunkan kami rumah lain di tanah kami di Kertapati, itu saja,” tandasnya seraya menambahkan, awalnya dirinya hanya meminta ganti rugi Rp50 juta. Akan tetapi, saat ini dia minta ganti rugi Rp1 miliar sesuai dengan kebutuhan saat ini. Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang Baharudin Ali membenarkan adanya upaya Pemkot Palembang mengambil alih pengelolaan rumah tua tersebut dengan cara membelinya. Namun yang punya tidak setuju dan bersedia melepas dengan harga Rp9 miliar.
Tidak berhasil dengan cara ini, Pemkot Palembang mencari jalan lain untuk menjaga agar aset bersejarah tersebut bisa lestari dan panjang usianya. Salah satunya dengan mencarikan donatur untuk melakukan perawatan. ”Kita telah dapatkan dana sekitar Rp 1,3 miliar untuk perbaikan rumah tersebut dari para donatur.
Belakangan dana tersebut dialokasikan untuk sarana dan prasarana. Kemungkinan akan diupayakan tahun ini guna melakukan perbaikan,”jelas Baharudin. Ketika ditanya mengenai status rumah bersengketa, Baharudin Ali membenarkan, jika rumah itu sudah menjadi milik salah satu warga Palembang. Ke depan Pemkot rencananya akan melakukan tukar guling kembali dengan pemiliknya.
Sebab pemilik yang diduga H Uteh tersebut minta dibangunkan sebuah masjid di lokasi lain dan rumah tersebut menjadi milik Pemkot Palembang kembali. ”Masalah ini akan diserahkan kepada Dinas PU Cipta Karya yang lebih berwenang mengurus pembangunan. Nanti kalau sudah selesai, baru kita berkewajiban mengelola dan mempromosikannya sebagai obyek wisata,” jelas dia. Demikian catatan online Blogger Pontianak tentang Rumah pemberian Kapitan Tjoa Ham Him kepada anak cucunya.
Harga Tiket Peswat Untuk Lebaran Naik 200 Persen
6 tahun yang lalu